Jakarta — Badan Gizi Nasional (BGN) mengambil langkah tegas dengan menutup sementara 112 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang kedapatan melanggar standar operasional prosedur (SOP). Langkah ini diambil demi menjaga keamanan dan kualitas program Makan Bergizi Gratis (MBG), agar tidak berubah dari program kesehatan menjadi sumber bencana.
Keputusan ini, meski terkesan keras, justru menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memastikan setiap makanan yang disajikan kepada anak sekolah benar-benar aman, bergizi, dan layak konsumsi. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa, dan mereka tidak boleh menjadi korban dari kelalaian penyelenggara dapur.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menegaskan bahwa jumlah SPPG yang ditutup masih tergolong kecil dibanding total keseluruhan. “Yang ditutup hanya 0,97 persen dari total 11.592 SPPG di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 13 di antaranya sudah siap kembali beroperasi setelah memenuhi seluruh persyaratan,” jelas Nanik dalam keterangan di Jakarta, Selasa (21/10/2025).
BGN tidak main-main dalam menetapkan standar. Agar bisa beroperasi kembali, setiap dapur penyedia makanan bergizi wajib memiliki Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Sertifikat Halal, dan sertifikasi HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points). Selain itu, mereka juga diwajibkan memiliki instalasi pengolahan limbah yang baik serta tenaga juru masak bersertifikat kompetensi.
Tak kalah penting, setiap dapur juga harus memiliki ruang pengemasan berpendingin. Hal ini untuk memastikan makanan tetap segar dan aman sampai ke tangan para siswa.
“Penutupan ini bersifat sementara hingga hasil investigasi terhadap pelanggaran SOP selesai. Kami tidak ingin ambil risiko. Hanya dapur yang memenuhi semua standar yang boleh kembali beroperasi,” tegas Nanik.
Langkah ini menjadi sinyal keras bagi seluruh pengelola SPPG di Indonesia: jangan kompromi terhadap kualitas pangan. Pemerintah menegaskan, keselamatan penerima manfaat jauh lebih penting daripada target kuantitas penyajian.
Program Makan Bergizi Gratis merupakan salah satu prioritas nasional yang dirancang untuk memperbaiki status gizi anak Indonesia. Dengan pengawasan ketat, pemerintah berharap tidak ada lagi kasus keracunan makanan di lingkungan sekolah.
“Keselamatan dan kesehatan siswa adalah prioritas utama. Kami ingin semua pelaksana program benar-benar menjadikan keamanan gizi sebagai standar kerja, bukan sekadar formalitas,” kata Nanik.
Ke depan, BGN berencana melakukan audit berkala dan inspeksi mendadak di berbagai daerah. Tujuannya sederhana: memastikan tidak ada lagi dapur penyedia makanan bergizi yang mengabaikan kualitas dan prosedur keselamatan pangan.
Langkah tegas ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak hanya ingin memberi makan anak bangsa, tetapi juga ingin memastikan setiap suapan yang mereka telan adalah aman, sehat, dan penuh gizi.*